Perjalanan Pemberantasan Korupsi di Setiap Era Kepresidenan Indonesia

Penulis: M. Salman Shallahudin
Penyunting: W. S. Faraditha dan Livia

Korupsi dapat dipahami sebagai sebuah praktek penyalahgunaan kekuasaan maupun wewenang yang dimiliki untuk mendapat suatu manfaat dari tindakannya melalui cara-cara yang melanggar hukum. Praktek korupsi tidak hanya bisa dilakukan secara individu namun juga bisa dilakukan secara berkelompok dan sering kali tergantung seberapa besar suatu hal yang dikenai praktek korupsi.
Kata korupsi pastilah sering didengar oleh masyarakat dan kita sendiri sebagai rakyat sekaligus individu yang tinggal di Indonesia. Dengan familiarnya kita terhadap fenomena korupsi, maka tidak salah jika sebagian pihak ada yang mengatakan bahwa korupsi sejatinya telah menjadi budaya di Indonesia. Berbicara mengenai korupsi maka tidak lepas juga menyangkut perihal kekuasaan, dimana Lord Acton berpendapat “power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” atau jika diterjemahkan kekuasaan cenderung memberi kesempatan untuk korup, dan jika kekuasaan berlaku mutlak maka korupsi juga akan berlaku mutlak disana.
Telah banyak upaya untuk melaksanakan pemberantasan korupsi di Indonesia. Upaya-upaya tersebut telah dilakukan bahkan sejak zaman kolonial. Dalam artikel ini, akan dipaparkan perjalanan pemberantasan korupsi di setiap era kepresidenan Indonesia.
Soekarno (Orde Lama)
Pembentukan Undang-Undang Keadaan Bahaya yang menghasilkan dibentuknya PARAN ( Panitia Retooling Aparatur Negara) yang berfungsi menangani data laporan kekayaan pejabat negara, dan Keppres No. 275 tahun 1963 tentang pemberantasan korupsi.
Soeharto (Orde Baru)
Pidato Soeharto 16 Agustus 1967 dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi (TPK). pembentukan komite empat, hingga menjalankan Operasi Tertib (OPSTIB).
B.J. Habibie
UU. No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Undang-undang ini kemudian membentuk KPKPN, KPPU, KOMISI OMBUDSMAN.
Gus Dur
Dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) sebelum akhirnya dibubarkan oleh Mahkamah Agung.
Megawati
Sempat terjadi ketidakpercayaan pemberantasan korupsi yang tidak kunjung selesai yang kemudian ditanggapi dengan UU. No. 20 Tahun 2001 yang menggantikan UU sebelumnya dan UU No. 32 tahun 2002, kemudian membentuk juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Susilo Bambang Yudhoyono
Selain melanjutkan upaya pemerintahan sebelumnya dalam upaya pemberantasan korupsi, beliau juga membentuk Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Joko Widodo
Kebijakan pemberantasan korupsi dalam Nawacita prioritas kedua dan keempat, yang berisi penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan pemulihan kepercayaan publik pada institusi demokratis negara melalui reformasi birokrasi, dan reformasi lembaga, serta upaya penegakan hukum.

Dampak korupsi berkepanjangan
Kita telah mengetahui korupsi selalu membawa hal negatif yang selalu membuat kerugian negara kian hari makin bertambah, diantara dampak yang paling terlihat adalah aspek ekonomi.
Dari segi ekonomi korupsi menyebabkan:
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada sebuah negara melambat.
Tingkat investasi yang menurun.
Bertanggung jawab pada naiknya tingkat kemiskinan.
Arus distribusi pada pendapatan mengalami ketimpangan dan jarak yang jauh.

Dari beberapa pernyataan di atas mengindikasikan bahwa dampak yang dibawa dalam bidang ekonomi saja tidaklah kecil, sehingga kita perlu keseriusan dalam menangani perkara ini, karena jika ekonomi terdampak maka sektor yang lain pasti juga mengalami hal yang sama.

Pencegahan dan perlawan terhadap korupsi
Dalam perkara penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia masih tergolong lemah, sementara kasus korupsi yang ada jumlahnya besar. Pemerintah seolah kehilangan kekuatan melawan koruptor, dengan bukti beberapa kasus yang tidak selesai dan hukuman yang dirasa belum memberi efek jera, dengan fakta banyaknya korupsi yang masih terjadi.
Upaya mencegah korupsi:
Sesuai dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menjelaskan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pencegahan penanganan dan penegakan hukum terhadap kasus korupsi memiliki andil yang penting.
Perlu dibentuk LSM yang efektif dalam menangani kasus korupsi sehingga kontribusinya mampu mendorong kasus semacam ini tidak terus tumbuh dan menjadi permasalahan berkepanjangan.
Pendidikan politik dan anti korupsi kepada masyarakat sangat diperlukan terutama peran serta partai politik dalam mewujudkan negara demokratis yang tidak korup.
Rekruitmen dan kaderisasi politik yang kredibel bukan hanya dicari dari kalangan yang memiliki dana saja, sehingga kedepan memiliki potensi korupsi untuk mengembalikan biaya politik yang dikeluarkan.

By admin99

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *